Ad Code

Responsive Advertisement

Apakah Sagu Akan Punah?

Sumber ilustrasi: pinterest.com

Sagu memiliki sejumlah sifat yang menjadikannya tanaman yang tahan dan relevan untuk masa depan.

Sagu (Metroxylon sagu) adalah salah satu tanaman endemik kawasan rawa dan pesisir di wilayah Asia Tenggara – terutama di Maluku, Papua, dan sebagian wilayah Indonesia bagian timur – yang sejak lama menjadi sumber makanan pokok, bahan bangunan, dan kultur bagi banyak komunitas lokal.

Nama “sagu” sering diasosiasikan dengan bahan pati yang diperoleh dari empulur batangnya, yang bisa menjadi cadangan pangan penting saat ketahanan pangan terganggu.

Pertanyaan apakah sagu akan punah layak ditelaah dari tiga sudut: status konservasi biologis, ancaman yang dihadapi habitat dan praktik manusia, serta upaya pelestarian dan adaptasi sosial-ekonomi.

Dari sisi konservasi formal, spesies Metroxylon sagu tercatat sebagai kategori Least Concern pada daftar merah IUCN, artinya secara global populasinya belum mencapai ambang kepunahan saat ini. Namun status ini tidak lantas membuat sagu kebal terhadap ancaman lokal yang serius.

Baca juga : Food Estate: Petani Bisa Apa?

Ancaman utama yang sering dilaporkan terhadap sagu bukanlah penyakit ganas yang membasmi seluruh spesies sekaligus, melainkan perubahan penggunaan lahan dan hilangnya habitat rawa. Konversi lahan untuk kelapa sawit, pertanian skala besar, penebangan, serta reklamasi pesisir mengubah tutupan hutan rawa yang menjadi habitat alami sagu.

Perubahan ini berdampak pada ketersediaan lahan bagi populasi sagu liar dan terhadap kualitas ekosistem yang menopang regenerasinya. Selain itu, urbanisasi dan pergeseran pola konsumsi membuat pemanfaatan sagu di beberapa daerah menurun, sehingga praktik budidaya tradisional dan pengetahuan lokal rentan hilang.

Di sisi lain, sagu memiliki sejumlah sifat yang menjadikannya tanaman yang tahan dan relevan untuk masa depan: kemampuan menumbuh di lahan rawa yang tergenang, potensi produksi pati tinggi per batang, serta fungsi ekosistem termasuk penyimpanan karbon yang membantu mitigasi perubahan iklim.

Penelitian dan kajian lokal menunjukkan bahwa sagu bahkan dipromosikan sebagai pangan berpotensi adaptif terhadap iklim karena relatif tahan terhadap kondisi basah dan banjir dibanding tanaman semusim lain. Karena itu, beberapa program memperkuat budidaya sagu dan mengembalikan fungsi lahan rawa sebagai strategi ketahanan pangan dan mitigasi iklim.

Baca juga : Apakah Manusia Akan Punah?

Apakah sagu kemudian akan punah? Kemungkinan punah secara global saat ini kecil menurut penilaian IUCN, tetapi risiko lokal sangat nyata jika tekanan pada habitat dan pengetahuan tradisional terus berlanjut.

Dengan kata lain, yang lebih mungkin terjadi bukan kepunahan total, melainkan penurunan sebaran lokal, berkurangnya keanekaragaman genetik di populasi tertentu, dan hilangnya peran budaya sagu di komunitas yang beralih pola makan dan ekonomi. Kasus semacam ini sudah tercatat pada beberapa spesies yang masih “aman” secara global tetapi terancam pada skala lokal.

Solusi yang realistis untuk menjaga sagu agar tidak “seakan punah” meliputi kombinasi pendekatan: konservasi habitat (perlindungan dan restorasi lahan rawa), pengakuan dan penguatan hak-hak masyarakat adat yang memelihara kebun sagu, penelitian dan pemeliharaan varietas lokal untuk menjaga keragaman genetik, serta pengembangan nilai tambah produk sagu agar ekonominya menarik bagi generasi muda.

Program-program yang mengaitkan sagu dengan mitigasi juga membuka jalur pembiayaan konservasi melalui mekanisme pembayaran jasa lingkungan.

Baca juga : Kisah Pohon terakhir

Sebagai paragraf penutup, sagu tidak tampak berada di ambang punah global, tetapi masa depan fungsinya – sebagai pangan, budaya, dan ekosistem – bergantung pada kebijakan pengelolaan lahan, keberlanjutan praktik lokal, dan inovasi yang menjadikan sagu relevan secara ekonomi di abad ke-21.

Jika kita ingin melihat sagu tetap hidup dan dimanfaatkan generasi mendatang, perlindungan habitat dan penghargaan terhadap pengetahuan lokal harus berjalan beriringan dengan upaya ilmiah dan kebijakan yang berpihak.